Buscar

Páginas

Mengembangkan Evaluasi Alternatif

ABSTRAK
Evaluasi yang sudah biasa digunakan dalam proses belajar mengajar matematika di sekolah adalah tes tertulis. Salah satu kekurangan yang dimiliki tes tertulis adalah tes hanya memberikan gambaran tentang apa yang dimiliki siswa pada saat mengerjakan tes saja dan kurang memberikan gambaran yang cukup tentang proses belajar yang telah dilakukan dan dipahami siswa. Salah satu model evaluasi yang saat ini sedang berkembang dan disinyalir memiliki banyak manfaat bagi guru maupun bagi siswa adalah asesmen portofolio. Dua hal pokok yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan suatu portofolio adalah tujuan dan komponen-komponen portofolio.
Salah satu cara mengevaluasi portofolio ialah menggunakan rubrik. Cara ini tidak lain dari skala nilai yang digunakan untuk memberi skor pada item yang mengharuskan siswa menjawab dalam bentuk tulisan dari soal atau pertanyaan yang terbuka.
Manfaat yang dapat dirasakan dari pengembangan model evaluasi ini diantaranya adalah bahwa asesmen portofolio memberikan gambaran otentik kepada guru mengenai apa yang telah dipelajari siswa, kesulitan dan kendala yang dialami siswa, kesulitan dan kendala yang dialami siswa dalam belajar, dan jenis bantuan yang diharapkan siswa.
Kata kunci: Evaluasi, Matematika, Portofolio.
I. PENDAHULUAN
Upaya peningkatan mutu pendidikan di Indonesia, khususnya peningkatan mutu pendidikan matematika masih terus diupayakan, karena sangat diyakini bahwa matematika merupakan induk dari Ilmu pengetahuan. Dalam berbagai diskusi pendidikan di Indonesia, salah satu sorotan adalah mutu pendidikan yang dinyatakan rendah bila dibandingkan dengan dengan mutu pendidikan Negara lain. Salah satu indikator adalah mutu pendidikan matematika yang disinyalir telah tergolong memprihatinkan yang ditandai dengan rendahnya nilai rata-rata matematika siswa di sekolah yang masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan nilai pelajaran lainnya. Bahkan banyak diperbincangkan tentang nilai ujian akhir nasional (UAN) bidang studi matematika yang cenderung rendah dibandingkan dengan bidang studi lainnya. Sudah sering dikemukakan oleh tokoh-tokoh pendidikan baik dalam media massa maupun dalam penelitian. Namun bukan hanya dari UAN yang menunjukkan bahwa nilai bidang studi matematika cenderung rendah dibandingkan dengan bidang studi lainnya. Hal ini disebabkan oleh lemahnya pemahaman konsep dasar matematika siswa dan siswa belum bisa memahami formulasi, generalisasi, dan konteks kehidupan nyata dengan ilmu matematika. Bahkan diperoleh keterangan 80% dari peserta didik memiliki penguasaan konsep dasar matematika yang sangat lemah.
Dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan, maka diperlukan berbagai terobosan, baik dalam pengembangan kurikulum, inovasi pembelajaran, dan pemenuhan sarana dan praarana pendidikan. Untuk meningkatkan prestasi belajar siswa maka guru dituntut untuk membuat pembelajaran menjadi lebih inovatif yang mendorong siswa dapat belajar secara optimal baik di dalam belajar mandiri maupun didalam pempelajaran di kelas. Inovasi model-model pembelajaran sangat diperlukan dan sangat mendesak terutama dalam menghasilkan model pembelajaran baru yang dapat memberikan hasil belajar lebih baik, peningkatan efisiensi dan efektivitas pembelajaran menuju pembaharuan. Agar pembelajaran lebih optimal maka media pembelajaran harus efektif dan selektif sesuai dengan pokok bahasan yang diajarkan di dalam meningkatkan prestasi belajar siswa.
Dalam hal peningkatan mutu pendidikan, guru juga ikut memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas siswa dalam belajar matematika dan guru harus benar-benar memperhatikan, memikirkan dan sekaligus merencakan proses belajar mengajar yang menarik bagi siswa, agar siswa berminat dan semangat belajar dan mau terlibat dalam proses belajar mengajar, sehingga pengajaran tersebut menjadi efektif (Slameto, 1987). Untuk dapat mengajar dengan efektif seorang guru harus banyak menggunakan metode, sementara metode dan sumber itu terdiri atas media dan sumber pengajaran (Suryosubroto, 1997). Di samping itu, seorang pendidik dalam mengajar pada proses belajar mengajar hendaknya menguasai bahan ajaran dan memahami teori-teori belajar yang telah dikemukakan oleh para ahli, sehingga belajar matematika itu bermakna bagi sisiwa sebab menguasai matematika yang akan diajarkan merupakan syarat esensial bagi guru matematika karena penguasaan materi belum cukup untuk membawa peserta didik berpartisipasi secara intelektual (Hudojo, 1988:7)
Sebagian besar orang memandang matematika sebagai bidang studi yang paling sulit. Hal ini disebabkan matematika dipandang sebagai seonggok aturan komputasi dan prosedur sebagaimana non-matematikawan memahaminya. Untuk sekedar mencapai keterampilan komputasi nampaknya “agak memuaskan”. Namun keterampilan ini nampak sulit untuk diaplikasikan ke dalam keterampilan penyelesaian masalah. Hasil belajar matematika ternyata tidak memuaskan berbagai pihak. Selain itu tidak hanya cukup sekedar mengetahui hasil belajar matematika yang dipresentasikan sebagai tingkah laku siswa yang menunjukkan keterampilan dalam mengerjakan soal-soal matematika. Meskipun demikian, semua orang harus mempelajarinya karena merupakan sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari.
Dalam belajar konsep dan ide matematika, siswa dibawa dari dunia nyata yang kemudian dimatematisasikan. Dari pengalaman konkret, di observasi dan direfleksi untuk pembentukan konsep abstrak dan generalisasi. Memasuki abad ke XXI dunia menghadapi permasalahan yang lebih kompleks daripada sebelumnya sehingga pendidikan matematika tidak mungkin menghindari untuk melatih siswa agar mampu dan terampil menyelesaikan masalah sejak pendidikan dasar. Siswa menyadari bahwa matematika sangat bermanfaat untuk menyelesaikan masalah-masalah kehidupan dan pengetahuan lain.
Dalam kehidupan sehari-hari, matematika sangat diperlukan di berbagai bidang. Berkembangnya teknologi informasi menyebabkan semakin dapat dinilainya aplikasi yang realistic dengan alat matematika, sehingga dapat mengembangkan lebih banyak alat-alat, yang pada gilirannya membuka aplikasi baru. Perubahan sikap ini mempengaruhi kurikulum matematika yang semakin menjadi aplikatif. Matematika merupakan bahasa simbolis untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan, yang memudahkan manusia berpikir dalam memecahkan masalah kehidupan sehari-hari.
Evaluasi yang sudah biasa digunakan dalam proses belajar mengajar matematika di sekolah adalah tes tertulis. Salah satu kekurangan yang dimiliki tes tertulis adalah tes hanya memberikan gambaran tentang apa yang dimiliki siswa pada saat mengerjakan tes saja dan kurang memberikan gambaran yang cukup tentang proses belajar yang telah dilakukan dan dipahami siswa. Salah satu model evaluasi yang saat ini sedang berkembang dan disinyalir memiliki banyak manfaat bagi guru maupun bagi siswa adalah asesmen portofolio.
Asesmen portofolio adalah model asesmen yang menggunakan kumpulan hasil karya siswa yang menunjukkan pencapaian atau peningkatan yang dipeorleh siswa dari proses pembelajaran (Stiggin, 2004). Menurut Gitomer dan Duschl (2004), portofolio dapat memberikan masukan tentang minat belajar siswa, apa yang telah dan belum diketahui siswa, kemajuan belajar siswa, serta kesulitan yang dialami siswa. Informasi tersebut sangat dibutuhkan oleh seorang guru untuk mengemas proses pembelajaran sesusi dengan kemampuan dan kebutuhan siswa. Dengan menggunakan asesmen portofolio dalam pembelaran matematika, diharapkan guru dan siswa akan lebih termotivasi dan lebih bertanggunjawab dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran sehingga akan meningkatkan kualiats proses dan produk pembelajaran.
II. KONSEP MATEMATIKA
Dari berbagai bidang studi yang diajarkan di sekolah, matematika merupakan bidang studi yang dianggap paling sulit oleh para siswa. Menurut Johnson dan Myklebust (1967: 244) bahwa matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir. Lerner (1988: 430) mengemukakan bahwa matematikan disamping sebagai bahasa simbolis juga merupkan bahasa universal yang memungkinkan manusia memikrikan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitas.
Kline (1981: 172) juga mengemukakan bahwa matematika merupakan bahasa simbolis dari cirri utamanya adalah penggunaan cara bernalar deduktif, tetapi juga tidak melupakan cara bernalar induktif. Menurut Palling (1982: 1) bahwa matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia, suatu cara menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, menggunakan pengetahuan tentang menghitung, dan yang paling penting adalah memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan hubungan-hubungan.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa definisi tradisional yang menyatakan bahwa matematika sebagai ilmu tentang kuantitas (the science of quantity) atau ilmu tentang ukuran diskrit dan berlanjut (the science of discrate and continous) (Runes, 1967: 189) telah ditinggalkan. Dari berbagai pendapat yang telah dikemukakan bahwa secara komtemporer pandangan tentang matematika lebih ditekankan pada metodenya daripada pokok persoalan matematika itu sendiri.
Matematika merupakan bidang studi yang dipelajari oleh semua siswa dari sekolah dasar hingga sekolah lanjutan tingkat atas, dan bahkan juga di perguruan tinggi. Cornelius (dalam Mulyono Abdurahman, 2003: 253) mengemukakan lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan:
1. Sarana berpikir yang jelas dan logis,
2. Sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari,
3. Sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman,
4. Sarana untuk mengembangkan kreativitas,
5. Sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya.
Ada empat pendekatan yang saling berpengaruh dalam pengajaran matematika, yaitu (Abdurahman, 2003: 255 – 257):
1. Urutan belajar yang bersifat perkembangan (development learning sequences)
Pendekatan ini menekankan pada pengukuran kesiapan belajar siswa, penyediaan pengalaman dasar, dan pengajaran keterampilan matematika prasyarat.
2. Belajar tuntas (matery learning)
Pendekatan ini menekankan pada pengajaran matematika mellaui pembelajaran langsung (direct instruction) dan terstruktur.
3. Strategi belajar (learning strategies)
Pendekatan ini memusatkan pada pengajaran bagaimana belajar matematika (how to learn mathematics).
4. Pemecahan masalah (problem solving)
Pendekatan ini menekankan pada pengajaran untuk berpikir tentang cara memecahkan masalah dan pemrosesan informasi matematika.
Pendapat lain dikemukakan oleh Cockroft (1983: 1 – 5) bahwa matematika perlu diajarkan kepada siswa karena:
1. Selalu digunakan dalam segi kehidupan,
2. Semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai,
3. Merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas,
4. Dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara,
5. Meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan, dan
6. Memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.
Liebeck (1984: 12) mengemukakan bahwa ada dua macam hasil belajar matematika yang harus dikuasai oleh siswa, perhitungan matematis (mathematics calculation) dan penalaran matematis (mathematics reasoning). Berdasarkan hasil belajar semacam itu maka Lerner (1988: 430) mengemukakan bahwa kurikulum bidang studi matematika hendaknya mencakup tiga elemen, yaitu (1) konsep, (2) keterampilan, dan (3) pemecahan masalah. Konsep menunjuk pada pemahaman dasar. Siswa mengembangkan suatu konsep ketika mereka mampu mengklasifikasikan atau mengelompokkan benda-benda atau ketika mereka dapat mengasosiasikan suatu nama dalam kelompok benda tertentu. Jika konsep menunjuk pada pemahaman dasar, maka keterampilan menunjuk pada sesuatu yang dilakukan oleh seseorang. Suatu keterampilan dapat dilihat dari kinerja anak secara baik atau kurang baik, secara cepat atau lambat, dan secara mudah atau sangat sukar. Keterampilan cenderung berkembang dan dapat ditingkatkan melalui latihan. Pemecahan masalah adalah aplikasi dari konsep dan keterampilan. Dalam pemecahan masalah biasanya melibatkan beberapa kombinasi konsep dan keterampilan dalam suatu situasi baru atau situasi yang berbeda.
Dalam dunia pendidikan di Indonesia dikenal adanya matematika modern. Pelajaran matematika modern lebih menekankan pada mengapa dan bagaimana matematika melalui penemuan dan eksplorasi. Pengajaran seperti ini agaknya telah mengabaikan beberapa aspek dari psikologi belajar. Karena adanya berbagai kesulitan tentang matematika modern maka muncul gagasan utuk kembali ke berhitung. Nama matematika bukan persoalan karena berhitung adalah bagian dari matematika. Di Amerika telah muncul gerakan keterampilan dasar (basic skill movement) yang mencerminkan kekecewaan terhadap matematika modern dan mengusulkan agar lebih menekankan pada keterampilan menghitung. Dewan nasional untuk pengajaran matematika di Amerika Serikat seperti dikutip oleh Lerner (1988: 436) mengusulkan agar kurikulum matematika mencakup 10 keterampilan dasar sebagai berikut:
1. Pemecahan masalah;
2. Penerapan matematika dalam situasi kehidupan sehari-hari;
3. Ketajaman perhatian terhadap kelayakan hasil;
4. Perkiraan;
5. Keterampilan perhitungan yang sesuai;
6. Geometri;
7. Pengukuran;
8. Membaca, menginterpretasikan, membuat table, chart, dan grafik;
9. Menggunakan matematika untuk meramalkan;
10. Melek komputer (computer literacy)
Untuk mengatasi dan meningkatkan mutu pendidikan matematika yang selama ini sangat rendah, dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain meningkatkan metode dan kualitas guru agar memiliki dasar yang mantap sehingga dapat mentransfer ilmu dalam mempersiapkan kualitas sumber daya manusia. Secara umum, pendidikan sebenarnya merupakan suatu faktor rangkaian kegiatan komunikasi antar manusia. Kegiatan tersebut dalam dunia pendidikan disebut dengan kegiatan proses belajar-mengajar yang dipengaruhi oleh faktor yang menentukan keberhasilan siswa. Sehubungan dengan faktor yang menentukan keberhasilan sisiwa dalam belajar ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan sisiwa untuk belajar, yaitu: (1) faktor internal, yaitu yang muncul dari dalam diri sendiri, dan (2) faktor eksternal, yaitu faktor yang muncul dari luar diri sendiri (Slameto, 1987).
Selain itu matematika merupakan suatu disiplin ilmu yang mempunyai kekhususan dibanding dengan disiplin ilmu lainnya yang harus memperhatikan hakekat matematika dan kemampuan siswa dalam belajar. Tanpa memperhatikan faktor tersebut tujuan kegiatan belajar tidak akan berhasil. Seorang dikatakan belajar bila dapat diasumsikan dalam diri orang itu menjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku itu dapat diamati dan berlangsung dalam waktu yang relatif lama disertai usaha yang dilakukan sehingga orang tersebut dari yang tidak mampu mengerjakan sesuatu menjadi mampu mengerjakannya (Hudojo, 1988). Dalam proses belajar matematika, prinsip belajar harus terlebih dahulu dipilih, sehingga sewaktu mempelajari metematika dapat berlangsung dengan lancar, misalnya mempelajari konsep B yang mendasarkan pada konsep A, seseorang perlu memahami lebih dahulu konsep A. Tanpa memahami konsep A, tidak mungkin orang itu memahami konsep B. Ini berarti mempelajari matematika haruslah bertahap dan berurutan serta mendasarkan pada pengalaman belajar yang lalu (Hudojo, 1988).
Dalam menjelaskan konsep baru atau membuat kaitan antara materi yang telah dikuasai siswa dengan bahan yang disajikan dalam pelajaran matematika, akan membuat siswa siap mental untuk memasuki persoalan-persoalan yang akan dibicarakan dan juga dapat meningkatkan minat dan prestasi siswa terhadap materi pelajaran matematika. Sehubungan dengan hal diatas, kegiatan belajar-mengajar matematika yang terputus-putus dapat mengganggu proses belajar-mengajar ini berarti proses belajar matematika akan terjadi dengan lancar bila belajar itu sendiri dilakukan secara kontiniu (Hudojo, 1988). Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa seseorang akan lebih mudah untuk mempelajari sesuatu apabila belajar didasari pada apa yang telah diketahui sebelumnya karena dalam mempelajari materi matematika yang baru, pengalaman sebelumnya akan mempengaruhi kelancaran proses belajar matematika.
III. EVALUASI DAN PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN
Evaluasi pembelajaran merupakan suatu proses untuk menentukan jasa, nilai atau manfaat kegiatan pembelajaran melalui kegiatan penilaian dan/atau pengukuran. Evaluasi pembelajaran mencakup pembuatan pertimbangan tentang jasa, nilai atau manfaat program, hasil dan proses pembelajaran.
Evaluasi ini berfungsi dan bertujuan untuk pengembangan pembelajaran yang bertitik tolak dari pandangan Said Hamid Hasan (1998: 39) bahwa fungsi formatif evaluasi diarahkan untuk memperbaiki bagian tertentu atau sebagian besar bagian pembelajaran yang sedang dikembangkan. Memperbaiki bagian tertentu atau sebagian besar pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan pengembangan pembelajaran. Secara garis besar, desain evaluasi pembelajaran berisi hal-hal yang sama dengan desain penelitian, yakni latar belakang, problematika, tujuan evaluasi, populasi dan sampel, instrumen dan sumber data serta teknis analisis data (Arikunto, 1988: 44).
a. Mengembangkan Portofolio
Dalam praktek pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan evaluasi kinerja dan produk dari peserta didik, portofolio merupakan suatu bagian yang sangat penting. Hal ini dikarenakan portofolio merupakan suatu sarana yang mampu mengungkap aspek-aspke proses dan pencapaian dari siswa yang tidak dapat dideteksi melalui tes, interview, atau melalui monitoring. Portofolio diartikan sebagai suatu koleksi dari sampel-sampel pekerjaan siswa, termasuk didalamnya karya tulis, tes, laporan kegiatan, pekerjaan rumah, proyek, atau hal-hal lain yang dapat menggambarkan atau mendemonstrasikan kemampuan siswa dalam memahami matematika secara luas. Portofolio juga dapat digunakan untuk mengindikasikan pertumbuhan pemahaman siswa akan matematika setelah kurun waktu tertentu, serta menunjukkan sifat, keyakinan dan kemamuan siswa dalam mengerjakan matematika (Heddens & Speer, 1997). Protofolio biasanya hanya memuat hal-hal yang memberikan penilaian positif terhadap yang bersangkutan.
Dua hal pokok yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan suatu portofolio adalah tujuan dan komponen-komponen portofolio. Pemilihan dokumen untuk membangun suatu portofolio harus mengacu pada tujuan penggunaa portofolio tersebut. Apabila searong guru ingin menggali informasi melalui portofolio maka terlebih dahulu ia harus merumuskan tujuannya. Selanjutnya harus ditentukan pula aspek apa saja yang ingin diketahui yang akan membentuk komponen dari portofolio. Tiap guru biasanya menginginkan format portofolio yang berbeda. Robinson (1998), berpendapat bahwa seorang guru matematika yang ingin mengetahui kemajuan siswa-siswanya dalam operasi bilanga pecahan akan meminta murid-muridnya untuk memasukkan hal-hal seperti proyek kelompok, tugas pekerjaan rumah setiap hari, hasil ulangan, tugas tulisan, otobiografi dalam matematika, catatan kelas, dan hal-hal lain yang dianggap penting dlam menunjukkan kemajuan mereka dalam matematika.
Mengingat dokumen-dokumen yang membangun portofolio ini sangat diharapkan bervariasi, maka diperlukan tenggang waktu yang cukup bagi siswa untuk mengerjakan dan mengoleksinya. Dengan demikian proses belajar berikut hasil belajar yang telah dilakukan siswa secara menyeluruh diharapkan akan tergambarkan dengan lengkap.
b. Mengevaluasi Portofolio
Mengevaluasi portofolio tidak semudah mengevaluasi dengan tes, sebab tidak pernah ada portofolio yang tepat sama. Hal ini disebabkan karena setiap individu dapat menyiapkannya item-item yang berbeda sesuai dengan kelebihan yang dimilikinya. Oleh karena itu mengevaluasi portofolio bukan merupakan tugas yang gampang.
Salah satu cara mengevaluasi portofolio ialah menggunakan rubrik. Cara ini tidak lai dari skala nilai yang digunakan untuk memberi skor pada item yang mengharuskan siswa menjawab dalam bentuk tulisan dari soal atau pertanyaan yang terbuka. Pada soal ini siswa dapat menjawab secara bebas dan terdapat banyak cara untuk memperoleh jawaban. Jika rubrik digunakan untuk menskor portofolio, guru dapat memberitahukan komponen apa yang perlu dimuat dalam suatu portofolio, guru dapat memberitahukan komponen apa yang perlu dimuat dalam sutau portofolio dan menggunakan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya untuk memperoleh nalai secara keseluruhan.
Guru dapat menggunakan portofolio untuk menemukan apakah ada indikasi tentang strategi pemcahan maslah, komunikais yang jelas, berpikir dan refleksi, penggunaan notasi dan istilah yang tepat, kaitan dengan kehidupan sehari-hari, ataupun disposisi yang posisitf terhadap matematika. Berikut disajikan kriteria penilaian untuk portofolio:
Skor Kriteria
5 Lengkap dan kompeten
3 Memenuhi kompetensi dasar
2 Jawaban parsial
1 Jawaban coba-coba
0 Tidak ada respon
Selain menggunakan rubrik cara portofolio juga dapat dikembangkan sendiri oleh guru, misal dengan menetukan beberapa persyaratan mendasar yang harus dipenuhi. Persyaratan dasar itu misalya banyaknya entri minimal yang harus ada, nilai guna dan nilai eksplanasi dokumen, dan waktu penyerahan. Siswa yang seperti ini tentu saja memiliki nilai lebih dari siswa yang hanya mengumpulkan entri minimal. Sedangkan tingkat kebermaknaan dokumen dpat ditunjukkan dengan prestasi yang ditunjukkan seperti niali tes/tugas yang tinggi, piagam, partispasi dalam menyelesaikan proyek, atau apa saja yang menunjukkan peningkatan.
IV. KESIMPULAN
Manfaat yang dapat dirasakan dari pengembangan model evaluasi ini diantaranya adalah bahwa asesmen portofolio memberikan gambaran otentik kepada guru mengenai apa yang telah dipelajari siswa, kesulitan dan kendala yang dialami siswa, kesulitan dan kendala yang dialami siswa dalam belajar, dan jenis bantuan yang diharapkan siswa. Semua informasi itu tidak mudah diperoleh melaklui metode tes yang biasa dilakukan. Selain itu protofolio dapat dijadikan alat untuk memvalidasi informasi tentang pemahaman siswa mengenai suatu konsep. Kelebihan lain yang diperoleh melalui portofolio adalah siswa belajar mengevaluasi diri sendiri (self assesment). Hal ini sangat membantu dalam membangun rasa tanggungjawab dalam belajar, memonitor diri sendiri dalam kegiatan belajar, menanamkan kesadaran untuk meningkatkan kemampuan diri, dan membangun argumen-argumen yang logis. Dampak lain yang muncul adalah siswa merasa terpacu untuk belajar terus, senang mengikuti pelajaran, dan termotivasi untuk mencari sesuatu yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman, Mulyono, 2003, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta: Rineka Cipta dan Depdikbud.
Cronbach, J, & Snow, 1977, Aptitude and Instruksional Methods: A Handbook For Research on Instruction, New York: Irvington.
Cockroft, W. H., 1982, Mathematics Counts, Report of the Commitee of Inguiry Into the Teaching of Mathematics in School, London: Her Majesty’s Stationery Office.
Gitomer, D. H. & Duschl, R. A., 2004, Moving towards a portfolio culture in science education, Pittburgh: University of Pittburgh
Hudojo, H., 1988, Mengajar Belajar Matematika,. Jakarta: Depdikbud.
Heddens & Speer, 1997, Today Mathematics, San Fransisco: Jossey-Bass Publisher.
Johnson, D. J, & Myklebust, H. R., 1967, Learning Disbilities, New York: Grume & Stratton.
Kline, Morris, 1981, Matematika: Ilmu dalam Perspektif, Jakarta: Gramedia.
Lerner, Janet W., 1988, Learning Disabilities: Theoris, Diagnosis, and Teaching Strategies, New Jersey: Houghton Mifflin.
Liebeck, Pamel, 1984, How Children Learn Mathematics, New York: Penguin Book.
Palling, D., 1982, Teaching Mathematics in Primary School, Oxford: University Press.
Robinson, 1998, Student Portfolio in Mathematics. The Mathematics Teacher.
Suryosubroto, B., 1997, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta.
Slameto, 1987, Teori-Teori Belajar Mengajar, Jakarta, Rineka Cipta
Stiggins, R. J., 2004, Student Center Classroom Assesment, New York: Macmillan College Publishing Company.
Said Hamid Hasan, 1988, Evaluasi Kurikulum, Jakarta: Depdikbud


Suharsimi Arikunto, 1988, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta.

0 komentar:

Posting Komentar